Tuesday, September 25, 2007

komunikasi persuasif PSK dikawasan Prostitusi pasar kembang yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelacuran merupakan gejala sosial yang berlangsung dalam sejarah umat manusia yang panjang, karena berbagai faktor yang berkaitan menyebabkan gejala ini ada dari waktu ke waktu. Faktor yang mendorong terjadinya pelacuran terletak baik pada aspek kodrati manusiawi terutama yang berhubungan dengan Bio-psikologis, khususnya nafsu seksual manusia baik itu Pria ataupun Wanita. Serta faktor-faktor luar yang mempengaruhi seperti faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain sebagainya, semua itu terjalin sedemikian rupa sehingga drama pelacuran atau Postitusi ada terus dari waktu ke waktu sepanjang sejarah manusia. Secara tepatnya pentas pelacuran dianggap mulai ada sejak adanya norma hukum perkawinan (Soedjono D.SH,1977;7).
Arti kata pelacur sendiri adalah: penyerahan diri seorang wanita kepada banyak pria tanpa pilih-pilih untuk memuaskan nafsu yang bersangkutan, yang mana untuk perbuatan tersebut si pria memberikan imbalan (Soedjono D.SH,1977;162) dari pengertian diatas dapat disimpulkan arti pelacuran adalah suatu perbuatan yang di dalamnya terlibat beberapa wanita dalam suatu peristiwa untuk memuaskan nafsu pria, yang mana untuk perbuatan tersebut si pria memberikan imbalan dan ini pun dapat disebut juga dengan prostitusi. Tetapi seiring waktu berjalan yang melakukan profesi ini bukan hanya wanita, pria pun banyak yang menggeluti profesi ini yang disebut dengan Gigolo.
Pelacuran merupakan profesi tertua didunia, peristiwa ini sudah dikenal sejak ratusan tahun sebelum Masehi (Soedjono D.SH,1977;5). Banyak istilah untuk menyebutkan Profesi tersebut seperti: WTS (wanita tuna susila), penjaja cinta, Wanita penghibur dan sebagainya, tetapi saat ini yang sering digunakan Media-media massa seperti koran, majalah dan Televisi adalah PSK (pekerja seks komersil). Istilah ini pertama kali digunakan oleh kelompok Feminist menurut Surat kabar harian SINAR pada tahun 1994 (Endang, dkk,1997;119).
Pentas prostitusi di Indonesia sendiri dapat ditelusuri dari masa kerajaan-kerajaan Jawa dimana perdagangan perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal (Endang, dkk,1997;1). Akan tetapi sistem pemerintahan feodal pada masa-masa kerajaan tidak sepenuhnya menunjukkan keberadaan komersialisasi industri seks seperti yang kita kenal pada saat ini, tetapi apa yang dilakukan pada saat itu telah membentuk landasan bagi perkembangan industri seks pada saat ini. Kondisi itu dapat di identifikasikan melalui nilai-nilai perempuan sebagai barang dagangan yang diperjual-belikan untuk memenuhi tuntutan nafsu kaum lelaki.
Pada masa penjajahan industri seks lebih terorganisir dan berkembang pesat. Bahkan pada tahun 1852 pentas prostitusi ini disetujui oleh pihak pemerintah pada saat itu (Endang, dkk,1997;5). Umumnya aktifitas ini berkembang pesat didaerah-daerah sekitar pelabuhan, areal-areal industri dan tempat-tempat transit antar daerah seperti terminal dan Stasiun kereta api. Seperti di daerah Yogyakarta aktivitas prostitusi yang paling tua berada di Selatan Stasiun Kereta Api ”Tugu”. karena adanya pembangunan jalan Kereta api yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Cilacap, Yogyakarta dan Surabaya, Kawasan prostitusi yang berada di Yogyakarta bernama ”Pasar Kembang” (Sarkem). Aktivitas ini timbul pada tahun 1884 karena untuk melayani para pekerja pembangunan Stasiun dan pekerja bangunan yang membangun tempat-tempat penginapan dan fasilitas lainnya (Endang, dkk,1997;7).
Sejak saat itu daerah Pasar Kembang atau yang biasa disebut masyarakat Jogya bernama Sarkem dikenal dengan kawasan protitusi hingga saat ini. Seiring berjalannya waktu kawasan prostitusi itu menjadi lebih terorganisir dan Populasinya pun terus meningkat dari waktu ke waktu, jumlah terakhir yang tercatat pada Perkumpulan Keluarga berencana Indonesia (PKBI) Griya lentera Yogyakarta pada akhir tahun 2005 kurang lebih berjumlah 300 (Tiga ratus) PSK (www.kompas.com). Usia rata-rata PSK di pasar kembang berkisar 21 sampai 45 tahun. Dari jumlah populasi yang tidak sedikit itu menimbulkan persaingan diantara PSK, sehingga Komunikasi persuasif dalam mencari pelanggannya menjadi titik penentu apalagi bagi PSK yang tidak muda lagi yang berusia diatas 35 tahun. Pengguna jasanya pun bermacam-macam golongan, profesi dan usianya, sehingga menuntut Komunikasi Persuasif yang berbeda pula.
Saat ini tarif PSK di kawasan prostitusi Pasar Kembang sangat bervariatif, mulai dari 40.000 - 80.000 Rupiah dalam satu kali bermesraan atau satu kali Ejakulasi (wawancara;22/8/06.23.45). Tarif tersebut tergantung dari Usia dan paras wajah seorang PSK itu sendiri dan tarif tersebut masih dapat di negosiasikan. Pengunjung dan pengguna jasa para PSK di kawasan Prostitusi Pasar Kembang dari berbagai macam golongan dan usia, dari remaja hingga orang tua, golongan bawah hingga atas dan dari mahasiswa hingga yang berprofesi sebagai tukang becak. Sehingga sang PSK dituntut untuk berkomunikasi Persuasif yang berbeda-beda pula. Akan tetapi menurut data yang ada konsumen yang paling banyak adalah mahasiswa (www.indomedia.com/bernas). Seorang PSK agar dapat berkomunikasi persuasif yang baik maka memerlukan pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan PSK biasanya didapat dari rekan-rekannya sesama PSK yang telah berkecimpung didunia PSK itu sendiri.
Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bersifat mempengaruhi tindakan, prilaku, pikiran, pendapat tanpa dengan cara paksaan baik fisik maupun non fisik (Jalaluddin, 1985;40), salah satu cara berkomunikasi persuasif ini dapat berupa verbal dan non-verbal. Komunikasi persuasif yang dilakukan PSK secara verbal berupa bahasa atau kata-kata dan rayuan, sedangkan komunikasi non-verbal berupa bahasa tubuh, nada suara, sentuhan-sentuhan dan lain sebagainya. Proses komunikasi persuasif seorang PSK dimulai ketika calon pengguna jasa merespon komunikasi persuasif sang PSK dan berakhir pada setuju atau tidaknya sang tamu untuk menggunakan jasa sang PSK tersebut.
Persuasi sebagai salah satu bentuk dari komunikasi memiliki kegunaan-kegunaan sebagaimana disimpulkan oleh Dory Wuwur Hardikus yang dikutip pada pernyataan Konrad Lorenz bahwa :
Apa yang diucapkan tidak juga berarti didengar; apa yang didengar tidak juga berarti dimengerti; apa yang dimengerti tidak juga berarti disetujui; apa yang disetujui tidak berarti juga diterima; apa yang diterima tidak juga berarti dihayati; dan apa yang dihayati tidak juga berarti mengubah tingkah laku”. Dengan demikian, komunikasi persuasif ataupun retorika berguna agar supaya apa yang diucapkan dapat didengar; apa yang didengar dapat dimengerti; apa yang dimengerti dapat disetujui dapat diterima; apa yang diterima dapat dihayati; dan agar apa yang dihayati dapat mngubah tingkah laku (hardikus, 1991;16).
Pernyataan ini seolah bersambung dengan apa yang dinyatakan oleh Onong bahwa:
Tujuan dari komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pandangan dan prilaku sehingga para ahli komunikasi sering menekankan bahwa komunikasi persuasi merupakan kegiatan psikologis, yang mana penegasan ini ditujukan untuk dapat membedakan antara persuasi dan koersi walaupun dari tujuan antara keduanya memili kesamaan yakni untuk mengubah pendapat, sikap dan prilaku secara halus dan manusiawi, namun disatu sisi ada perbedaan yang cukup kentara bahwa koersi untuk mencapai tujuannya tersebut mengandung ancaman dan sangsi seperti perintah, instruksi, pemerasan, boikot dll (Effendi;1992,21)
Dari pernyataan-pernyataan diatas dengan hubungannya dengan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa: seorang PSK yang sudah berkecimpung lama dalam dunia prostitusi ini sebenarnya mengerti apa kegunaan dan manfaat dari komunikasi persuasif ini, walaupun sang PSK belum tentu mengerti apa arti komunikasi persuasif secara teori. Hal ini dapat dilihat pada saat PSK sedang mempersuasikan calon pelanggannya dengan cara saat bertransaksi, tentuhan-sentuhan atau yang lainnya.
Pada saat pra-survey penelitian ditemukan bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan PSK kepada calon pelanggannya sangat kentara perbedaannya antara PSK yang berusia muda (20-27 tahun) dengan PSK yang tidak muda lagi (28-45 tahun). Komunikasi persuasif PSK yang berusia muda pada pengunjung Lokalisasi atau pada calon pengguna jasanya yang belum dikenal saat bertransaksi mereka menunjukkan sikap yang acuh tak acuh, berbeda sekali dengan PSK yang berusia tidak muda lagi, mereka bersikap lebih ramah dan menggoda pada pengunjung atau pada calon pengguna jasanya. Sehingga dalam penelitian ini diambil nara sumber 3 (tiga) orang PSK berdasarkan Usia yaitu: PSK yang berusia 21 tahun, 30 tahun dan 45 tahun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dipermasalahkan yaitu:
1. Bagaimanakah Komunikasi Persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya?
2. mengapa PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta menggunakan atau melakukan bentuk-bentuk komunikasi persuasif tertentu terhadap calon pengguna jasanya?
3. Bagaimanakah tanggapan para pengguna jasa terhadap komunikasi persuasif yang dilakukan PSK (Pekerja Seks Komersil) Dikawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Bentuk-bentuk komunikasi persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya.
2. Untuk mengetahui latar belakang dari penggunaan komunikasi persuasif oleh PSK (Pekerja Seks Komersil) di Kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta
3. untuk mengetahui tanggapan para pengguna jasa PSK (Pekerja Seks Komersil) di Kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta terhadap komunikasi persuasif yang dilakukannya.
D. Manfaat Penelitian
1. Akademis
§ Memperkaya kajian teori komunikasi persuasif khususnya mengenai Komunikasi Persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil).
§ Menjadi bahan kajian studi banding dalam rangka penelitian lebih lanjut.
2. Praktis
§ Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah wawasan, pengetahuan serta dapat mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama kuliah, kedalam dunia kerja maupun kehidupan masyarakat.
§ Bagi Pihak Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian serupa
E. Kerangka Teori
1. Komunikasi
Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai efek komunikasi terhadap audience, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian komunikasi itu sendiri. Menurut Onong Uchjana Effendy (1986):

“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media”
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harrold Lasswell dalam karyanya The structure and fuction of Communication of Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Say In Wich Channel To Whom Whit What Effect.
Paradigma Lasswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yakni:
§ Komunikator (Communicator, Source)
§ Pesan (message)
§ Media (channel)
§ Komunikan (communicant, receive)
§ Efek (effect, impact, influence)
Jadi berdasarkan paradigma lasswell, (Efendi, 2001:10) Komunikasi adalah “Proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu”.
Komunikasi Persuasif
Winston Brembeck dan William howell mengatakan Komunikasi Persuasif adalah usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan seseorang dengan memanipulasi motif-motif seseorang kearah tujuan yang sudah ditetapkan (Djamaluddin, yosal, 1994;v).
Adapun Dedy Djamaluddin mengatakan komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bersifat mempengaruhi tindakan, perilaku, pikiran dan pendapat tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik atau non-fisik (Djamaluddin, yosal, 1994;1). Dalam melakukan komunikasi persuasif, argumen komunikator haruslah argumen yang masuk akal atau rasional, sehingga dapat meyakinkan lawan bicaranya atau komunikan, sehingga komunikan akhirnya mau berprilaku seperti yang dinginkan komunikator. Hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi Persuasif adalah karakteristik dari komunikator. Karena ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan hanya apa yang dikatakannya, tetapi keadaan komunikator itu sendiri, komunikator tidak dapat merubah sikap komunikan hanya dengan yang dikatakannya. Jadi dari pengertian diatas komunikasi persuasif adalah proses mempengaruhi sikap, pendapat dan tindakan seseorang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kemauannya sendiri.
Tujuan komunikasi itu sendiri merubah sikap dan perilaku. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai (Jalaluddin;1984:40). Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir dan merupakan proses belajar. Oleh karena itu sikap dapat diperteguh atau dirubah.
a. Karakteristik komunikator dalam proses persuasif
Dalam melakukan komunikasi persuasif yang perlu diperhatikan adalah karakteristik sumber atau Komunikator. Ada 3 komponen dalam karakteristik sumber atau komunikator, yaitu: Credibility, attractiveness dan power (kekuasaan) (Jalaluddin; 1984: 257), yaitu:
1) Credibilitiy (kredibilitas)
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Dalam hal ini terkandung hal:
§ Kredibilitas adalah persepsi komunikan
§ Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya disebut dengan komponen-komponen kredibilitas
Komponen-komponen kredibilitas terdiri dari 2 hal yang paling penting, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli dan berpengalaman. Kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya, apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil etis atau bahkan sebaliknya.
Karena kredibilitas itu masalah persepsi, jadi kredibilitas dapat berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi atau komunikan, topik yang dibahas dan situasi pada penyampaian pesan. Kredibilitas seorang komunikator dapat berubah bila terjadi perubahan khalayak, topik dan waktu (Cangara;1998:98). Ini berarti kredibilitas seorang komunikator pada suatu tempat belum tentu sama ditempat lain jika khalayaknya berubah, begitu juga dengan tempat dan waktu.
James Mccroskey mengatakan bahwa kredibilitas seorang komunikator dapat dilihat dari 6 dimensi pokok (Jalaluddin;1984:260), yaitu:
a) Dinamisme, komunikator memiliki dinamisme bila dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani.
b) Sosialbilitas, kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang
c) Kooreientas, merupakan kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi dan mewakili nilai-nilai kita
d) Karisma, digunakan untuk menunjukkan suatu sifat yang luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan yang seperti magnet menarik benda-benda sekitarnya
2) Attractiveness (atraksi)
Atraksi ini lebih kepada bentuk fisik, daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan dan kemampuan. Atraksi fisik menyebab komunikator menarik dan karena ia menarik sehingga mempunyai daya persuasif. Daya tarik fisik ini dapat berupa paras wajah yang cantik atau tampan dan dalam berpakaian. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Mills dan Aronson mengatakan wanita yang menarik bisa mengubah sikap pria melebihi yang bisa dilakukan oleh wanita yang tidak menarik (Kevin hogan:1997;106).
Yang dimaksud dengan kesamaan adalah kesamaan sikap dan kepercayaan. Roger berkata orang mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka (Jalaluddin;1984:262) persamaan itu dapat berupa kepercayaan, sikap, maksud dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan.
3) Power (kekuasaan)
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya pada orang lain karena ia mempunyai sumber daya yang sangat penting. Berdasarkan sumber daya yang dimiliki seorang komunikator, Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan (Jalaluddin;1984:265), yaitu:
a) Kekuasaan koersif
Kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau hukuman pada komunikan, ganjaran dan hukuman itu dapat berupa personal misalnya benci dan suka atau impersonal, misalnya pemecatan dan kenaikan pangkat. Dalam penelitian ini impersonal dapat berupa calon pengguna jasa PSK mendapatkan harga yang khusus atau bahkan sang-PSK tidak mau melayaninya.
b) Kekuasaan keahlian
Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan keahlian yang dimiliki komunikator. Misalnya seorang dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk menafsirkan teori dosen itu sendiri.
c) kekuasaan rujukan
Disini komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya, komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikan.
d) kekuasaan legal
Kekuasaan ini berasan dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan uatu tindakan. Seperti Presiden, dan kepala kepolisian
Seperti kredibilitas dan atraksi, kekuasaan timbul dari interaksi antara komunikator dengan komunikan. Jenis apapun kekuasaan yang dipergunakan, kekuasaan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan kredibilitas dan atraksi, sehingga kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kredibilitas dan atraksi berhasil diterapkan pada komunikan.
b. Proses komunikasi persuasif
1) Landasan sikap
Menurut Martin Fishbein sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral terhadap suatu obyek atau sekumpulan obyek (Djamaluddin, Yosal:1994;37). Landasan sikap seorang komunikator dalam komunikasi persuasif adalah pada faktor motivasi komunikator itu sendiri. Motivasi seorang komunikator ada 3 (Djamaluddin, Yosal:1994;37), yaitu:
Tujuan: komunikasi persuasif itu, apakah tujuannya mengubah sikap komunikan saja atau ingin mendapatkan suatu materi.
Nilai: bila berbicara lebih luas nilai-nilai dapat bersifat sosial, poltik, moral, ekonomi dan agama. Secara khusus Milton dan parker menyebutkan 2 nilai, yaitu terminal dan instrumental.
§ Terminal adalah pernyataan akhir tentang kehidupan, Contoh:
kehidupan yang menyenangkan = kehidupan yang makmur
Kebahagiaan = kepuasaan
Cinta dewasa = seks dan hubungan batin
§ Instrumental adalah cara tertentu untuk bertingkah laku, Contoh:
ambisius = kerja keras
Bersih = rapih dan teratur
Kebutuhan: dalam hal ini kebutuhan yang dimaksud adalah apakah itu kebutuhan fisik ( makanan, pakaian, seks dan lainnya). kebutuhan non-fisik ( cinta, kasih sayang, agama dan lainnya)
Dalam proses komunikasinya akan tampak lebih jelas bahwa tidak ada garis pemisah antara tujuan, nilai dan kebutuhan. Karena apa yang dianggap komunikator sebagai kebutuhan, mungkin dipandang sebagai nilai oleh komunikan.


2) Menghubungkan pesan dengan motivasi
Komunikator harus menghubungkan pesannya dengan memotivasi faktor-faktor dalam pikiran komunikan. Jika komunikator menginginkan suatu sikap positif terhadap komunikan maka hubungkan dengan pemenuhan kebutuhan, tujuan dan ungkapan nilai-nilai yang mendasar (Djamaluddin,Yosal:1994;45).
Dalam menghubungkan pesan dengan motivasi Gary Cronkhite memperkenalkan 4 (empat) macam argumen yang cenderung membentuk hubungan antara faktor motivasi dengan obyek persuasi (Djamaluddin,Yosal:1994;45), yaitu:
a) Argumentasi kontigensi
Hubungan kontigensi ini adalah hubungan sebab-akibat atau juga disebut hubungan kemungkinan. Persuasi yang dilakukan dengan cara ini diambil dari pemikiran bahwa tanggapan yang benar terhadap obyek komunikasi akan menghasilkan pemuasan kebutuhan, pencapaian tujuan atau ungkapan nilai. Setiap komunikasi persuasif dalam menggunakan fakta-fakta untuk membangun mata rantai sebab-akibat antara komunikator dengan memotivasi komunikan maka komunikator tersebut menggunakan hubungan kontigensi.
b) Argumentasi kategorisasi
Argumen kategorisasi adalah bagian dari seluruh argumentasi dengan cara mendahulukan alasan-alasan kemudian disusul dengan tujuan dari proses komunikasi tersebut. Sebagai contoh seorang PSK memberikan alasan “kalau ingin puas” dan dilanjutkan dengan “harus bayar lebih”. Berarti PSK tersebut menggunakan argumentasi kategorisasi.
c) Argumentasi persamaan atau perbandingan
Argumentasi ini menghubungkan komunikan dengan obyek lain yang diketahui komunikator sehingga komunikan akan memandang komunikator sebagai orang yang mnyenangkan. Contoh: PSK membandingkan pelanggannya yang sudah di”servis”nya dengan calon pelanggannya.
d) Argumentasi koinsidental
Argumentasi koinsidental adalah argumen yang dipandang sebagai kebiasaan. Argumentasi ini tidak dapat dibentuk dengan pembuktian dan penataran, akan tetapi berkaitan dengan penyajian obyek persuasi atau komunikan dan pesan-pesan motivasi didalam konteks yang sama.
c. Media komunikasi persuasif
1) Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tertulis (Arni:2002;95). Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus manusia, tidak ada makhluk lain yang dapat menyampaikan macam-macam arti melalui kata-kata. Kata-kata dapat juga dimanipulasi untuk menyampaikan secara eksplisit sejumlah arti. Kata-kata yang disebut juga dengan bahasa dapat didefinisikan menjadi 2, yaitu fungsional dan formal (Jalaluddin:2003;270).
a) Fungsional
Melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga diartikan sebagi alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan atau ide. Bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan diantara anggota-anggota kelompok sosial. Bahasa juga diberi arti secara arbiter (semaunya) oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.
b) Formal
Menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan-peraturan sendiri bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan agar dapat memberi arti.
Bahasa dalam proses komunikasi harus dapat dipahami dan mempunyai kesamaan makna oleh kedua pihak antara komunikator dan komunikan. Kesamaan terjadi bila komunikator dan komunikan berasal dari kebudayaan, status sosial, pendidikan dan ideologi yang sama, maksimal mempunyai sejumlah pengalaman yang sama.
Ada 3 fungsi bahasa dalam proses komunikasi persuasif (Djamaluddin,Yosal:1994;82)
a) Bahasa untuk menyatakan diri
Berbagai cara yang menjadi kebiasaan kita berbahasa telah tertanam secara mendalam di alam bawah sadar, sehingga bahasa kita mencerminkan struktur diri dan pandangan kita. Namun sebenarnya, karena diri kita tersusun dari banyak “diri” yang berbeda, yang masing-masing mewujudkan dirinya sendiri pada setiap waktu dengan berbagai cara, maka terdapat beberapa aspek penggunaan bahasa yang secara sadar berubah-ubah dari satu pembicaraan kepembicaraan lain, dari satu situasi ke situasi lain.
b) Bahasa untuk mengkomunikasikan makna
Fungsi kedua ini adalah untuk membantu komunikan memahami makna pesan setepat mungkin.
c) Bahasa untuk mengkomunikasikan perasaan dan nilai
Fungsi yang ketiga ini adalah untuk membantu komunikator mengisyaratkan pada komunikan suatu perasaan, sikap dan nilai yang diutarakan komunikator tersebut.
2) Non-verbal
Teori komunikasi non-verbal ini akan lebih banyak dibahas, karena sangat berkaitan dengan penelitian ini, karena PSK dalam berkomunikasi lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal, seperti cara bersikap, berpakaian, bermake-up, menggunakan nada-nada suara dalam merayu calon pelanggannya dan lain sebagainya.
Komunikasi non-verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, komunikasi ini menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, intonasi nada (tinggi-rendahnya nada), kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan-sentuhan (arni:2002;130). Komunikasi non-verbal ini paling banyak pengaruhnya dalam proses komunikasi persuasif, karena dalam prosesnya komunikan lebih banyak dan lebih mempercayai tanda-tanda non-verbal dari pada verbal. Ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Mahrabian (Kevin:1997:97)
Tabel 1
Pengaruh komunikasi non verbal
Sikap yang dilihat = 7 persen lisan + 38 pesen vokal (intonasi suara) + 55 persen ekspresi wajah

Penelitian diatas hanya menampakkan hubungan komunikasi verbal dengan isyarat wajah saja, namun maksudnya sudah jelas bahwa komunikasi non-verbal membentuk 60 - 90 persen pesan komunikasi. Komunikasi verbal digunakan digunakan untuk memberikan informasi dan komunikasi non-verbal digunakan untuk merundingkan sikap antar pribadi dan digunakan sebagai pengganti pesan verbal, contohnya: sebagai pernyataan sikap menolak komunikan dapat hanya menggelengkan kepala.
Dalam lingkungan komunikasi persuasi seluruh anggota badan dapat dijadikan petunjuk oleh sebagai feedback dari pesan itu sendiri. Komunikasi persuasi dalam mengamati anggota badan lebih disebut seni dari pada ilmu, ini dapat dilihat dari pernyataannya sendiri (Kevin:1997:97).

Dalam lingkungan komunikasi persuasi, nilai kata-kata yang kita ucapkan kira-kira 15 persen dari seluruh pesan. Yang terdiri dari isyarat vokal, termasuk tinggi-rendahnya nada dan penekanan nada dihargai kira-kira sebanyak 35 persen. Walaupun demikian Fisiologi, termasuk ekspresi wajah, postur dan gerakan tubuh serta kontak mata akan mempunyai peringkat kira-kira 50 persen. Kita tidak dapat menempatkan persentase yang tepat pada masing-masing dari ketiga kategori. Ini salah satu penyebab mengapa persuasi merupakan seni dan bukan ilmu yang sempurna.
Walaupun menurut Kevin persuasi dalam memperhatikan komunikasi non-verbal bukanlah ilmu yang sempurna, tetapi dalam banyak hal komunikasi ini lebih diperhatikan oleh orang yang berinteraksi, karena komunikasi ini lebih sulit untuk dimanipulasi.
a) Fungsi komunikasi non-verbal
Menurut Mark L. Knapp fungsi komunikasi non-verbal dalam hubungannya dengan komunikasi verbal dibagi menjadi 5 (Jalaluddin:2003;287), yaitu:
1. Repetisi
Mengulang kembali gagasan atau ide yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya: setelah menjelaskan penolakan makan biasanya disusul dengan menggelengkan kepala berkali-kali
2. Substitusi
mengantikan komunikasi verbal. Misalnya bila menunjukan persetujuan maka akan menganggukkan kepala

3. Kontradiksi
menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap komunikan. Misalnya memuji prestasi teman tetapi dengan mencibirkan bibir.
4. Komplemen
Melengkapi dan memperkaya pesan non-verbal. Misalnya bila terluka maka mimik wajah akan memberikan makna sesakit apa luka itu diderita.
5. Aksentuasi
Menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, betapa jengkelnya komunikator terhadap komunikan sambil memukul meja.
Dale G. Leathers menyebutkan ada 6 alasan mengapa pesan non-verbal menjadi sangat penting (Jalaluddin:2003;287), yaitu:
1. Faktor-faktor non-verbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal (komunikasi 2 orang)
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat non-verbal dari pada verbal
3. Dapat menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan
4. Mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi
5. Merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dari pada komunikasi verbal
6. merupakan sarana sugesti yang paling tepat
b) Klasifikasi pesan non-verbal
Klasifikasi pesan non-verbal menurut Jalaluddin dibagi menjadi 3, yaitu pesan visual, auditif atau paralinguistik dan pesan non-visual non-auditif.
1. Pesan visual
Pesan visual ini meliputi:
a. Kinesik yang yang menggunakan gerakan-gerakan tubuh yang berarti yang meliputi mimik wajah, mata (lirikan-lirikan), gerakan-gerakan tangan dan yang terakhir keseluruhan anggota badan (tegap, lemah gemulai dan sebagainya)
b. Proksemik merupakan penyampaikan pesan-pesan melalui pengaturan jarak dan ruang. Menurut Allan Pease manusia mempunyai wilayah-wilayah atau zona dalam berkomunikasi, wilayah juga berarti daerah atau ruang yang rang klaim sebagai miliknya, yang seolah-olah merupakan perluasan dari tubuhnya (allan:1996;14), jarak wilayah itu sebagai berikut:
Tabel 2
Pengaturan jarak dalam berkomunikasi

Zona intim
Zona pribadi
Zona sosial
Zona umum
15-46 cm
46-1.2 m
1.2-3.6 m
> 3.8 m
Zona intim, zona yang dapat melakukan kontak fisik, dari jarak semua zona hanya zona inilah yang terpenting karena pada zona ini orang menjaganya seolah-olah zona ini milik pribadi. Hanya orang dekat secara emosional yang dapat memasukinya seperti kekasih, orang tua, suami-istri, anak-anak, kerabat dan sanak saudara.
Zona pribadi, jarak ini dilakukan seperti pada saan kita dipesta-pesta, acara kantor dan lain sebagainya.
Zona sosial, zona ini berlaku pada orang yang belum dikenal secara baik atau bahkan asing, seperti pada saat ditoko yang berbicara dengan pelayan toko.
Zona umum, zona ini berlaku pada saat kita berbicara dengan sekelompok orang yang banyak seperti pidato
Semua zona itu dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, nilai, kepercayaan, budaya dan lain sebagainya. Seperti pada penelitian ini PSK memasuki wilayah atau zona calon pelanggannya, padahal bisa saca antara PSK dan calon pengguna jasanya belum kenal sama sekali.
c. Artifaktual diungkapkan melalui penampilan-penampilan tubuh yang meliputi pakaian dan kosmetik. Umumnya pakaian digunakan untuk menyampaikan identitas komunikaotor, menyampaikan identitas berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana prilaku kita dan bagaimana sepatutnya orang lain memperlakukan kita. Sebagai contoh orang PSK yang berpakaian serba minim atau seksi. Menurut Kevin hal yang harus diperhatikan atau bahkan wajib bagi orang yang ingin berkomunikasi persuasif harus memperhatikan hal-hal sebagai sebagai berikut (Kevin:1997;107) :
§ Pakaian yang semestinya untuk situasi persuasi
§ Penampilan yang mendukung untuk persuasi, mulai dari rambut sampai sepatu
§ Bau badan yang positif
§ Nafas tidak bau
§ Bergaya yang sesuai dengan tujuan persuasi
§ Berat badan terkendali
2. Auditif atau paralinguistik
Paralinguistik adalah pesan non-verbal yang berhubungan dengan cara mengucapkannya dengan kata lain tinggi rendahnya intonasi cara pengucapannya. Satu pesan verbal yang sama dengan menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda.
3. Non visual
Non visual ini meliputi sentuhan dan bau-bauan. Seorang PSK yang sedang melakukan persuasi disatukan dengan sentuhan-sentuhan kedaerah sensitif calon pengguna jasanya untuk dengan tujuan merangsang. Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar atau tidak. Sebagai contoh bila seseorang sedang dalam keadaan tegang maka akan mengeluarkan keringat yang yang mempunyai bau yang khas.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif atau penggambaran yang berupa fakta-fakta tertulis maupun lisan dari setiap perilaku orang-orang yang dicermati. Jadi dalam penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran keadaan dan kegiatan komunikasi persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil) Dikawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya. Menurut Nawawi metode penelitian deskriptif merupakan suatu prosedur atau cara yang dipakai untuk menyelesaikan masalah penelitian, memaparkan keadaan objek yang diteliti (seseorang, lembaga, masyarakat, dan sebagainya) sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta aktual pada saat sekarang. Metode penelitian dengan cara ini menekankan pada kegiatan observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting) dimana peneliti bertindak sebagai pengamat. Penelitian ini berdasarkan pada pencarian bukan pengujian atau hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau menjalankan hubungan untuk menguji hipotesis atau membuat prediksi. Di dalamnya terdapat upaya untuk mendeskripsikan, mencatat, analisis dan mengintepretasikan suatu gejala atau fenomena (Mardalis:1993;20).

2. Informan Penelitian.
Informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah 3 orang PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya. Nama Informan adalah :
1). Indri, 21 tahun
2). Putri, 30 tahun
3). Wulan, 45 tahun
Ketiga orang itu menggunakan nama samaran, dikarenakan permintaan dari yang bersangkutan dan sebab-sebab lainnya. Sedangkan informan dari pihak pengguna jasa PSK di atas adalah :
1) Anto, 24 tahun
2) Yudi, 28 tahun
3. Teknik Pengumpulan Data.
a). Wawancara mendalam (depth interview)
Teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab terhadap 3 orang PSK yang telah ditentukan sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah responden (nara sumber) yaitu orang yang berkompeten didalam penelitian ini. Disini peneliti melakukan kegiatan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan PSK (Pekerja Seks Komersil) Dikawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dengan tetap berpegang pada interview guide sebagai instrumen utama. Wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara tak berstruktur mirip dengan percakapan informal. Wawancara ini bersifat luwes, susunan pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara (Deddy:2001;181), Dalam hal ini wawancara dibagi menjadi 2, yaitu : wawancara tak berstruktur dan wawancara berstruktur. Namun dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara tak berstruktur. Dalam wawancara tak berstruktur ini wawancara bersifat atau mirip dengan percakapan informal, bersifat luwes, susunan kata-katanya dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat wawancara (Deddy:2001;181).
b). Observasi.
Teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan Komunikasi Persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya. Jadi dalam hal ini peneliti akan berusaha mengamati kegiatan PSK (Pekerja Seks Komersil) di kawasan Prostitusi Pasar kembang Yogyakarta dalam mencari pengguna jasanya. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan pasif. Peneliti atau penyelidik tidak dapat bertindak untuk mengendalikan jalannya situasi. Baik sebagai partisipan, maupun sebagai observer, dia adalah orang yang didikte oleh arus jalannya situasi. Tiap-tiap situasi berjalan diatas kondisi-kondisi yang ada diluar kendali peneliti. Sebagai partisipan peneliti turut dalam arus dinamika dan perkembangan situasi dan sebagai “peninjau” dia berdiri diluar dinamika dan perkembangan itu (Sutrisno:1994;14).
Jadi dalam observasi ini peneliti hanya mengawasi, mengamati dan mencatat proses Komunikasi Persuasif PSK (Pekerja Seks Komersil) dalam mencari pengguna jasanya baik itu secara verbal yang berupa kata-kata atau pun non-verbal yang berupa intonasi suara (rayuan), belaian-belaian, mimik wajah dan lain sebagainya.
c). Studi Dokumentasi
Schatzman dan Strauss menegaskan bahwa studi dokumentasi merupakan cara pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian kualitatif (Deddy: 2001; 195). Cara pengumpulan data yang diperoleh dari buku, literatur-literatur, majalah, surat kabar, dan berbagai sumber lain yang memuat informasi yang mendukung dan relevan untuk digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu data yang didapat tidak hanya dari hasil wawancara saja, tetapi juga dari sumber lain, dalam hal ini adalah apa yang disebut diatas. Dibandingkan dengan metode lain maka metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber, datanya masih tetap dan tidak berubah.
4. Tehnik pengambilan informan
Dalam penelitian ini tehnik pengambilan informan menggunakan Purposive sample atau sampel bertujuan, pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil subyek penelitian bukan didasarkan pada strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas tujuan tertentu (Arikunto;1996;114).
Alasan dipilihnya tehnik purposive sample karena:
1. PSK yang berada di kawasan prostitusi pasar kembang tidak dapat didata secara akurat karena banyak yang tidak menggunakan jasa mucikari
2. PSK yang menggunakan jasa Germo atau mucikari tidak perlu lagi menggunakan persuasi karena calon pengguna jasanya hanya bernegosiasi dengan germo atau mucikari saja.
Sehingga dalam penelitian ini diambil sampel menurut usia rata-rata dan yang tidak menggunakan jasa germo atau mucikari.
G. Metode Analisis Data.
Metode analisis data yang dilakukan adalah pengelolaan data kualitatif yang menjelaskan tentang eksistensi sebuah permasalahan dengan menggambarkan secara sistematis terhadap seluruh elemen yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan permasalahannya. Alur analisis dilakukan dengan mengacu pada Komunikasi Persuasif PSK dalam mencari pengguna jasanya. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 komponen seperti metode yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermans Matthew, Michael :1992;23), yaitu :
1. Reduksi Data.
Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo. Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data.
Penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan, pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.
3. Menarik Kesimpulan.
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya.
H. Validitas data
Validitas data dalam penelitian ini menggunakan Trianggulasi data yaitu penggabungan beberapa tehnik pengumpulan data dalam mencari informasi. Ada dua macam dari trianggulasi data (Sugiono;28:Alfabeta) yaitu :
§ Tiranggulasi sumber data yaitu penggunaan tehnik yang sama pada sumber yang berbeda
§ Trianggulasi tehnik yaitu penggunaan teknik yang berbeda pada sumber yang berbeda.
Pada skripsi ini menggunakan trianggulasi sumber data yaitu penggunaan teknik yang sama pada sumber yang berbeda antara lain: wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka.



DAFTAR PUSTAKA
Mardalis, Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 1993
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan Disertasi Jilid 2, Andi Offset, Yogyakarta, 1994
Miles, Matthew B dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992
Sugiyono, Memahami Penelitian Kulalitatif, Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung, 2005
Dedy Djamaliddun Malik, Yosal Iriantara. Komunikasi Persuasif, APT. Remaja Rosdakarya Bandung, 1994.
Soedjono D. SH, Pelacur ditinjau dari segi Hukum dan kenyataan dalam Masyarakat, PT. Karya Nusantara Bandung, 1977.
Endang Sulistyaningsih, Terence H. Huli, Gavin W. Jones, Pelacuran di Indonesia Sejarah dan Perkembangannya, Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan The Ford Fondation Jakarta, 1997
Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi edisiRevisi, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 1997
Kevin Hogan, the Psychology of persuasion, Provessional Books, Jakarta, 1997
Cangara, Haried. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. grafindo persada Jakarta
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2001
Dr. Suharsimi arikunto, ”prosedur penelitian suatu pendekatan praktek”, PT. Rineka Cipta Jakarta. 1996

Referensi
Mudjijono,pelacuran dipasar kembang, skripsi S1 Antropologi fakultas ilmu budaya Universitas Gadjah Mada, 1985
Mudjijono, Sarkem Balokan (reproduksi pelacuran ditempat pelacuran),Tesis S2 Antropologi fakultas ilmu budaya Universitas Gadjah Mada, 2000
Margareta andriwara K.”Kesehatan reproduksi pada PSK (pekerja seks komersil)”. skripsi S1 Antropologi fakultas ilmu budaya Universitas Gadjah Mada, 2003
Revita runi kurniawati.”kiat Pekerja seks komersil dalam mengantisipasi penyakit menular seksual dan kekerasan” Skripsi S1 fakultas Ilmu sosial dan Politik, jurusan sosiologi universitas Gadjah Mada, 2002
Web-Site
Kisah Penjaja Seks Pasar Kembang(1); Konsumen Terbesar Mengaku Mahasiswa, www.indomedia.com/bernas. 3 maret 1999 ; waktu akses 14 Maret 2006pukul 01.45 WIB
teori prostitusi: antara feminis radikal dan seks radikal,www.tentang-laki-laki.blogspot.com, waktu Akses16 Maret 2006; pukul 23.30WIB
Waspadai Ledakan Kasus HIV di Yogya, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/06/jateng/784695.htm, waktu Akses16 Maret 2006; pukul 23.30WIB
JAMALUDIN ALWI, koordinator klinik psk hubungan dekat menjadikannya tempat curhat, www.minggupagi.com , 05 December 2006 09:58

1 Comments:

Blogger Tenzen said...

saya membutuhkan PSK untuk wawancara, apakah anda tahu dimana saya bisa mendapatkan PSK dengan harga gratis atau murah (untuk wawancara) ?

tolong reply ke:
ordinarytenzen@gmail.com

thx b4

2:09 AM  

Post a Comment

<< Home